Sebut saja namanya Devia, seorang gadis berusi 21 tahun yang
sedang berusaha menemukan berbagai makna atas dirinya sendiri, atas berbagai
realitas yang sedang terjadi di sekitarnya.
Dia ada dalam tiga bentuk tatanan (order) yang masing-masing menyerap setiap tindakan mental, dan
memberikan pengaruh terhadap dirinya sendiri.
Devia sedang berada dalam tatanan imajiner, dia belum dapat
membedakan dirinya dengan individu lain yang ada di sekitarnya.
Sederhananya, dia masih sangat menikmati bayangan-bayangan imajiner yang dia
ciptakan sendiri. Sebuah bayangan yang membuatnya merasa bahwa segala hal
berjalan menyenangkan, termasuk menjadi “pilihan” bagi orang lain. Pada tatanan
imajiner ini, Devia merasa segala sesuatu memuaskan, dan bayangan imajiner itu
dapat memberikan dan membawa hal-hal menyenangkan dalam hidupnya. Sampai
akhirnya, Devia terlalu terlarut, tanpa menyadari bahwa dia telah terasing dari
dirinya sendiri. Dia bahkan tidak mengenal siapa dirinya, karena hanya ada
bayangan imajiner dan hal-hal menyenangkan yang dinikmatinya. Dia bahkan tidak
mengenal kemampuan yang ada dalam dirinya sendiri.
Lalu Devia bercermin, dilihatnya bayangan dirinya sendiri
pada sekotak pemantul bayangan itu. dia bergerak, melihat ke dalam mata
bayangan dirinya sendiri, berusaha menemukan siapa dirinya, berusaha memberikan
makna atas tatapan matanya.
Devia, gadis berusia 21 tahun, kemudian berusaha membentuk
kesadaran dalam dirinya sendiri, upaya yang dilakukannya untuk menemukan dan
memaknakan setiap simbol-simbol yang ada di sekitarnya, bukan lagi sebagai
bayangan imajiner yang akan selalu membawa hal-hal menyenangkan. Bukan lagi...
Kesadaran Devia membawanya pada tatanan simbolik, yang
menegaskan bahwa, individu lain di luar dirinya bukanlah dia, bukanlah
miliknya, bukan bagian yang akan selalu memberikan nyaman dan bahagia. Bukan
lagi..
Simbol-simbol di luar diri Devia adalah makna, logika, dan
diferensiasi. Makna bahwa Devia adalah dirinya, bukan sekedar bayangan yang dia
temukan di cermin, bukan pula “bayangan imajiner” yang telah dia nikmati.
Logika, bahwa dia adalah dirinya, manusia seutuhnya yang memiliki pikiran tak
terbatas, yang seharusnya mampu menegaskan pada dirinya sendiri bahwa dia
bukanlah “pilihan”, yang menegaskan bahwa Dia adalah Dia, dan Dia berbeda dengan
individu lain di luar dirinya. Devia adalah dirinya sendiri, gadis berusia 21
tahun dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
Sampai ketika Devia telah menyadari bahwa, tidak ada yang
benar-benar real sekalipun dalam
tatanan dunia nyata. Setiap individu membutuhkan bayangan imajiner yang dia
ciptakan sendiri untuk berhadapan dengan dunia nyata.
Tapi Devia hanyalah seorang gadis berusia 21 tahun. Dia
hanya ingin menikmati, bukan lagi menikmati bayangan imajiner yang
menjadikannya pilihan. Tapi menikmati Imaji-imaji lainnya selama 21 tahun
hidupnya sebagai individu yang utuh, yang berusaha memaknai berbagai hal yang
dia temui, berusaha memaknai berbagai simbol yang menjadikannya sebagai “DEVIA”
bukan orang lain, bukan dia, dan bukan pilihan kedua.
Devia adalah contoh dari pemikiran Jacques Lacan tentang
pemaknaan subjek dalam 3 tatanan (orderII)
yaitu Imajiner, Simbolik, dan Real. Lacan berusaha menjelaskan bahwa individu
adalah subjek yang membentuk mekanismenya sendiri untuk menciptaka ideologi
atas dirinya sendiri.
Dan saya meminjam nama Devia sekaligus pemikiran Lacan untuk
“curhat” hahahaha :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar