Halaman

Kamis, 05 Desember 2013

Decision

Dibulan keenam tahun 2013 ini, ibuku berulang tahun dan beliau memutuskan untuk mengadakan ibadah syukur sebagai wujud terimakasih kepada The Sacred. Dalam rangkaian khotbah pada ibadah syukur itu aku mengingat sebuah kalimat “hiduplah untuk melayani orang lain, jangan kiranya kamu hidup hanya untuk dirimu sendiri.”

...

Sudah hampir satu semester aku merayakan bebasnya masa rantau di tanah kelahiranku, Kota Kendari. Ku pikir akan mudah melewati cultural shock karena aku sudah banyak minum dari mata air tanah anoa ini. Nyatanya, sampai pukul 11:30 WITA dipenghujung November ini, emosiku masih beria-ria berteriak “Jakarta selalu punya banyak akses dan gue bisa lebih gampang maju kalau hidup di sana.”

Bersyukur hari ini aku melewati banyak jalan tikus, karena aku tidak mengenakan helm saat diboncengi teman siang tadi. Aku kemudian tahu, Kendari cukup menyenangkan. Aku hanya butuh membuka mata dan melihat ke setiap seluk. Kadang, kita memang butuh waktu untuk “melanggar aturan” dan lalu melewati “jalan-jalan tikus”. Ketika aku memilih untuk memakai pengaman kepala dan melewati jalan besar yang biasanya aku lewati, aku sudah tahu arahnya, dan sudah ku tau di sebelah kiri dan kanannya ada toko dan pedagang apa saja. Berbeda ketika aku memilih untuk sedikit melanggar aturan dan melewati jalan-jalan tikus, aku bisa menemukan beberapa pandangan baru di sana, seperti lapangan bola luas di atas bukit dan senja bisa begitu merona jika dinikmati dari atas sana. Atau sekedar melihat anak-anak kecil bermain gundu di pinggiran gang.

Begitu pula dengan aku. Tidak sedikit waktu ku habiskan bermain di “jalan-jalan tikus” dan “melanggar aturan” ketika aku menunaikan tugasku sebagai mahasiswa di Ibu Kota Negara. Ada begitu banyak hal dari “jalan-jalan tikus” yang membentuk isi kepalaku, sehingga membuatku jenuh dan bosan jika aku harus terus menerus melewati jalan utama. Tapi, kali ini aku menuntut diriku untuk lebih bijak. Emosi mudaku memang terlalu membara dan dengan angkuh berkata “aku bisa mencari jalanku sendiri! Aku tahu apa yang aku inginkan!” tanpa berpikir panjang dan tanpa berpikir tanggung jawab. Emosi mudaku terlalu berdiri tegak dan sombong mendangakan kepala sampai ketika aku mendengar sebuah kalimat “Kalau saya, saya mau hidup saya menghasilkan karya untuk orang lain...hidup itu tentang mengambil keputusan...” kurang lebih begitu...

Kalimat itu persis tertuju ke ubun-ubun kepalaku, lalu menjatuhkan keangkuhanku untuk memilih jalanku sendiri. Kalimat itu pula yang menghantar aku pada kalimat lainnya yang aku dengar di bulan ke enam tahun 2013 ini. Ada satu sel yang bekerja dengan penuh semangat membuka ruang di kepalaku dan mengijinkan aku untuk memasukan sebuah keputusan yang sudah seharusnya ku ambil saat ini.
“Hiduplah untuk melayani orang lain, janganlah kiranya kamu hidup untuk dirimu sendiri” menjadi sebuah kalimat yang aku tempel rapih di dinding ruangan baru di kepalaku. Ke sanalah aku menuju. Entah aku akan melewati jalan utama, lalu sedikit belok ke jalan tikus dan kemudian kembali ke jalan utama untuk tiba ke sana. Itu semua improvisasiku saja. Itu keputusanku.

Aku pernah mendengar sebuah kalimat lain dari sebuah film: “Aku ni hidup bukan nak jadi istri saudagar, Pakci. Aku ni nak jadi guru.”


---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar