"Kamu tidak perlu
menjadi siapa-siapa, susah payah bukan menemukan kebebasan untuk menjadi dirimu
sendiri? Lalu kenapa harus begini dan begitu seperti kata si ini dan si itu?
Lakukan apa yang baik, yang tidak merugikan orang lain, lalu yg terakhir tetap
bersyukur. Itu sudah cukup bukan untuk menikmati hidup?" Bisik suara kecil
di kepala gue, ketika gue sedang duduk menghadap ke jendela bis yg berjalan
menuju rawamangun.
Gue sedang hidup di sebuah
dunia yang penuh ke"relatif"an, dimana semua terbagi menjadi dualisme
yg akan terus bertentangan. Ada benar ada salah, ada baik ada buruk, ada cantik
ada jelek, dan semuanya itu relatif. Termasuk penilaian orang tentang sikap,
sifat dan habitus gue, itu juga tetap relatif. Lalu, apa gue juga harus menjadi
terombang-ambing diantara dua neraca relatif itu? Jawabannya mungkin ada di
satu katu yang sedang gue perjuangkan saat ini: "SIKAP"
Sikap dimana gue harus
menentukan jalan gue, menentukan arahnya dan harus lewat mana untuk melewati
jalan itu. Sikap, yaa mungkin bisa juga dibilang pendirian, untuk tetap tegas,
tegas memilih kebebasan untuk menjadi diri gue sendiri, tidak menjadi dia, atau
menjadi mereka. Lalu sikap, untuk memutuskan langkah itu akan gue ambil kapan,
apakah hari ini, besok atau lusa.