Halaman

Minggu, 29 Juli 2012

SIKAP!



"Kamu tidak perlu menjadi siapa-siapa, susah payah bukan menemukan kebebasan untuk menjadi dirimu sendiri? Lalu kenapa harus begini dan begitu seperti kata si ini dan si itu? Lakukan apa yang baik, yang tidak merugikan orang lain, lalu yg terakhir tetap bersyukur. Itu sudah cukup bukan untuk menikmati hidup?" Bisik suara kecil di kepala gue, ketika gue sedang duduk menghadap ke jendela bis yg berjalan menuju rawamangun.

Gue sedang hidup di sebuah dunia yang penuh ke"relatif"an, dimana semua terbagi menjadi dualisme yg akan terus bertentangan. Ada benar ada salah, ada baik ada buruk, ada cantik ada jelek, dan semuanya itu relatif. Termasuk penilaian orang tentang sikap, sifat dan habitus gue, itu juga tetap relatif. Lalu, apa gue juga harus menjadi terombang-ambing diantara dua neraca relatif itu? Jawabannya mungkin ada di satu katu yang sedang gue perjuangkan saat ini: "SIKAP"

Sikap dimana gue harus menentukan jalan gue, menentukan arahnya dan harus lewat mana untuk melewati jalan itu. Sikap, yaa mungkin bisa juga dibilang pendirian, untuk tetap tegas, tegas memilih kebebasan untuk menjadi diri gue sendiri, tidak menjadi dia, atau menjadi mereka. Lalu sikap, untuk memutuskan langkah itu akan gue ambil kapan, apakah hari ini, besok atau lusa.

Friendship is just like a beach...



1 hal yg gue cari saat ini adalah teman untuk menikmati keindahan hidup, dan mereka tidak normatif. Kenapa?



Gue selalu suka sama kalimat Live is A Beach. Entahlah, pantai itu menyimpan segala kesederhanaan yg gue nikmati, yang tidak normatif seperti pemandangan biasanya, tidak perlu mewah, dan tidak perlu bertele-tele.

Di sana hanya ada ombak, yang selalu membelah biru laut, lalu dia menciptakan buih ombak putih dan pada akhirnya membuat pasir pesisir terlihat “berantakan”, tapi mampu menciptakan keindahan dan suara ombak yg menyenangkan.

Di sana hanya ada nyiur atau bakau,  mereka hanya terhempas angin, tidak “diam” dan “kaku” tapi seperti menari, mereka tergesek satu sama lain, sederhana menciptakan irama daun dan angin. Lalu, gue hanya cukup memejamkan mata gue, lalu merasakan angin itu, suara deburan ombak itu, suara gesekan daun itu, dan yang gue temui dibalik kedua kelopak mata gue yg tertutup adalah.. Indah, tenang, sederhana, dan menyenangkan...

Di sana hanya ada pasir putih, yg tidak takut disapa terik matahari, tapi dia tetap putih, bahkan lebih memancarkan sinar.

Di sana hanya ada pertemuan dua warna biru dalam sebuah garis horisontal langit dan laut. Lalu mereka terkena bias lembayung matahari terbenam, yang membuat mereka luar biasa berwarna...

Di sana, gue bisa melakukan apapun, menangis, bersenang-senang, berenang, menikmati semuanya. Tidak tenang dan datar seperti laut samudra, tapi ada buih ombak putih. Tidak diam seperti daun plastik, tapi menari bersama angin, tidak putih seperti kain yang dituntut untuk menjadi suci, tapi merasa baik-baik saja oleh sengat terik matahari.

Pertemanan yang gue inginkan juga begitu. Hanya sederhana. Tidak banyak aturan. Tidak "horisontal" tapi diagonal memecah seperti ombak. Tidak diam tapi menari seperti nyiur. Dan tidak takut terhadap sengat "matahari". Sederhana. tapi menyenangkan, bahkan sangat menyenangkan, seperti berada di pantai. Lalu tidak perduli pada kencangnya angin, justru menikmatinya ketika rambut terkibas dan aroma laut terhembus indera penciuman. Berbeda, sederhana…

Rabu, 25 Juli 2012

Hilang...



"lalu senyum gue tergurat, benar-benar menikmati sinar matahari sore yang hangat, dan sepoi angin yang memeluk gue dengan erat. Kotak itu tidak lagi berat, dia sudah menghilang bersama semua kenangan di dalamnya yg tersirat"


 Banyak daun menari di ujung kelopak mata gue, waktu itu mobil yang gue tumpangi melaju cepat mengikuti setiap kelokan bukit dalam perjalanan dari Maros menuju Bone, Sulawesi Selatan. Di luar jendela gue menemukan banyak pohon cemara, daun-daun tipis, kecil dan panjangnya bersentuhan satu sama lain, seperti mengajak gue bermain bersama imajinasi.

Masih ada bayang-bayang suara debur ombak tipis di kepala gue, dan sekotak kecil kenangan yg gue alirkan di sana. Tapi kemudian, gue kembali membuka mata, hijau, kuning, dan sepoi angin menyapa gue. Di sana mata gue menemukan pemandangan baru, banyak tebing terjal ditumbuhi pohon, akarnya menjuntai asik lalu bergoyang-goyang mengikuti irama alam. Satu per satu bayangan kotak kecil itu menghilang, ditimba dedauanan kuning yg gugur dan pelan-pelan jatuh ke tanah.

Gue kembali memejamkan mata, seperti yang selalu gue lakukan untuk bermain bersama imaji, untuk menciptakan berbagai kata. Diiringi dentuman instrumental lembut dari The Trees and The Wild menyanyikan Malino di telinga gue. sekarang hanya ada adegan daun kuning yg jatuh perlahan yang gue liat beberapa menit yang lalu. Ya daun itu sama seperti kotak kecil di pinggiran pantai sana. Dia tak lagi menyatu dengan pohon pikiran gue. Waktunya sudah habis, warnanya tak lagi hijau. Dia dihempas angin, terjatuh pelan namun lekas menyentuh tanah. Lalu akan tumbuh daun hijau yang baru dan berbeda. Yang siap disapa rona lembayung matahari sehingga mampu menciptakan warna indah untuk pohon pikiran atau bahkan hidup gue.

Lalu warna jingga matahari sore muncul dari balik jendela mobil. Warna itu ada di sebelah kiri gue, menyentuh rambut gue yg tergerai lalu menari bersama sepoi angin sore yg lembut di Malino. Ada burung elang memecah matahari di sana. ada rona bias matahari di pipi gue, yan spontan menciptakan senyum yang kemudian gue rangkai dengan menarik nafas panjang. Menghirup udara hangat dan membiarkan setiap partikelnya memenuhi kepala gue. Biar mereka kembali cerah, persis seperti sore itu.

Yaaa, akhirnya semuanya benar-benar hilang. Kotak kecil itu, daun-daun kuning itu, mereka sama dan hilang, lalu tergantikan. Daun baru, judul baru ....