Halaman

Kamis, 07 Februari 2013

Potongan Biskuit


Ada sisa-sisa biskuit di beberapa bagian kamar perempuan itu. Tidak ada yang tau motivasinya apa menyimpan sisa-sisa biskuit di dalam kamarnya, hanya dirinya sendiri.

Suatu malam ia terbangun, kakinya dikerumuni semut-semut merah yang kemudian menggigitnya serempak sampai kakinya bentol, lalu memerah, dan menjadi perih. Ia segera tersadar, “ohya, ada potongan biskuit di bawah kasur, sebaiknya ku buang supaya tak ada semut merah lagi”. Beranjaklah ia mengambil potongan biskuit itu lalu membuangnya.

Pagi harinya, ia terkejut ketika hendak memakai baju dari lemarinya. Semut-semut merah juga berkumpul di antara kerah bajunya, juga di bagian belakang dan di dalam saku. Ia segera tersadar, “ohya, ada potongan biskuit di dalam lemari. Sebaiknya ku buang supaya tak ada semut merah lagi”. Diambilnya potongan biskuit di bawah baju coklat dan hitam di dalam lemari lalu membuangnya.

Ketika potongan biskuit dalam lemari itu sudah dibuang, ia merapihkan buku-buku bacaan yang berantakan di bawah mejanya. Kembali ditemuinya semut-semut merah berkerumun di sana. Ya, masih ada potongan biskuit di sela-sela buku. Lembaran kertas tipis dalam buku itu sudah sedikit sobek digigiti semut-semut merah. “ohya, ada potongan biskuit di tumpukan buku ini. Sebaiknya ku buang. Sudah terlalu banyak semut merah di sini.” Katanya dalam hati. Diambilnya potongan biskuit di antara tumpukan buku lalu membuangnya.

Suatu malam perempuan itu kelaparan, ia tersadar bahwa di dalam toples merah samping rak buku ada beberapa cemilan bekal dari mamanya. Ia segera mengambil toples merah itu dan membukanya. Keningnya berkerut, matanya sedikit menyipit dan wajahnya berubah kesal. Ditemuinya kembali semut-semut merah di dalam toples itu dan menggerogoti semua makanan di dalamnya. Bersama rasa lapar Ia menangis, kesal sekali. “ah iya, di sini pernah ku simpan potongan biskuit itu, dan sekarang semua makananku justru dikerumuni semut-semut merah yang bukan hanya membuatku tidak bisa menyantap cemilan ini, tapi juga yang sudah merusak buku-buku bacaanku, mengeremuni baju-baju di lemariku, bahkan menggigiti kakiku ketika aku tidur. Untuk apa lagi aku menyimpan potongan-potongan biskuit ini? Hanya ada semut merah, tidak ada yang lain. Lebih baik ku ambil semua potongan-potongan biskuit itu, dan ku buang semuanya, agar kamarku kembali bersih dan nyaman.” Lalu segeralah ia mengumpulkan potongan-potongan biskuit yang tersisa, beberapa di dalam kardus sepatu, di balik koper, di selipan jendela, dan di bawah tumpukan helm. Beberapa lainnya ada di dalam tas tripod, di kantong jaket, dan diantara kabel-kabel di bawah rak televisi. Semua potongan-potongan itu dimasukkannya ke dalam toples merah, lalu ia berjalan keluar kamar menuju lapangan dan membuangnya.

sudah tidak ada potongan-potongan biskuit lagi di kamarku, semut-semut merah itu juga tidak akan ada lagi. Sudah kubersihkan, sudah kusingkirkan. Sudah tak bisa kurasakan renyahnya lagi, jadi untuk apa ku simpan?” Sambil membenahi kamar, perempuan itu berkata dalam hati. Senyumnya lalu merekah merasakan nyaman di dalam kamar tanpa potongan biskuit dan semut merah.

--
“Orang selalu menghasilkan sesuatu yang imajiner dalam cara ia berhubungan dengan dunia nyata.” – Louis Althuser (1918-1990)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar