{Day 3}
Kurang lebih pukul 4.30 gue sudah terjaga, terbangun dari mimpi indah semalam tentang perjalanan. Subuh itu gue merasakan sensasi subuh di Pulau Lombok, mendengarkan bunyi mesjid sahut-sahutan mengumandangkan adzan, yaa pulau 1000 mesjid.
Pagi itu, gue keluar menghirup udara segar kota Mataram, suasana dan anginnya sejuk. sudah lama gue tidak menimati kesejukan pagi. di Jakarta hal semacam ini menjadi sangat langka. gue duduk di depan rumah Wibi, sambil menikmati desiran angin pagi menyapa wajah gue dan mengucapkan selamat pagi dalam imajinasi. Jon, Harit, Dipo, Ivan dan Enji masih terlelap, mereka mungkin kelelahan karena tidur larut malam.
setelah menikmati angin dan air pagi yang sejuk di kota Mataram gue mengambil kamera, menyiapkan beberapa barang yang akan di bawa menuju tujuan kami hari ini...
-Menuju Desa Seriwe, 24 Mei 2012-
Sudah siang, jam menunjukan kurang lebih pukul 13.00, Ketum Fokus yang akrab dipanggil IL belum juga datang. Rencananya hari ini kami akan ke Desa Seriwe, di Lombok Timur bagian selatan. Jika dilihat dipeta, daerah ini berada diujung selatan pulau Lombok, dan jaraknya lumayan jauh dari kota mataram. Angin Lombok sangat kencang menyapa kami siang itu.
Setelah menunggu hingga pukul 13.30pm WITA, akhirnya semua personil lengkap. Ketum IL bersama Enji, Alam dan Culin sudah menyiapkan motornya. Kami akhirnya berangkat meninggalkan rumah Wibi kurang lebih pukul 13.45pm WITA. Wibi dan Ivan alias Ngkong tidak ikut dalam perjalanan kali ini. Kami mampir sebentar di sebuah mini market untuk membeli keperluan logistik. rencananya kami akan menginap di tenda selama semalam di Seriwe. Ya, rencana awal yang sudah ditetapkan sejak kami di Jakarta, kami sangat bersemangat untuk nenda sampai-sampai harus meminjam tenda kepada salah satu anak DPR, somplak :D
Keperluan logistik sudah terpenuhi, kami menghabiskan 90ribu rupiah untuk membeli gas kecil, minuman kurang lebih 6-8 liter, mie instan, sarden, dan mentega. Cukup untuk makan nanti malam di Seriwe. Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami dengan menggunakan sepeda motor. Gue bersama Alam, Harit bersama Ketum IL, Jond bersama Culin, dan Dipo bersama Enji. Kami berjalan beriringan.
Di atas jalan raya Lombok, di sepanjang perjalanan gue membuka kedua mata gue lebar-lebar, berusaha melihat, gue membuka hati dan rasa gue lebar-lebar, berusaha merasakan. inilah kebebasan. inilah diri gue. yaa, gue akhirnya menemukan diri gue jauh dari ibu kota, jauh dari mereka. cita-cita gue terpenuhi. yaa, inilahh kebebasan menjadi diri sendiri.
Angin siang itu kencang sekali, menghantam motor Alam yang dilaju dikecepatan kurang lebih 80km/jam. perjalanan masih terasa sangat jauh. kaki dan punggung sudah merasakan keram dan kesemutan. sesekali kami meluruskan kaki dan merenggangkan otot di atas motor, dan kemudian kembali melaju kencang berlomba dengan angin. Jond bahkan sempat berdiri di atas motor sambil bertopang di bahu Culin untuk meregankan ototnya yang sudah mulai kaku membawa tas keril besar yang beratnya hampir 9KG :D
kurang lebih 2 jam lebih perjalanan akhirnya kami sampai di desa Seriwe, pemandangan alam gunung, bukit dan pantai sudah mulai menyambut kami, mereka seolah tersenyum dan menyapa kami dengan lembut angin dan sinar matahari. indah sekali. gue dan dipo sudah mulai bermain-main dengan kamera, mengejar sekumpulan domba dan kambing yang sedang makan siang. Jond ikut bejalan bersama kami, sedangkan Alam, Enji dan Culin masih beristirahat di samping motor mereka masing-masing sambil menunggu IL dan Harit yang rupanya tertinggal jauh di belakang. Ternyata Harit menyempatkan diri untuk memotret satu acara pernikahan yang mereka temui di jalan menuju ke Seriwe.
setelah semua formasi lengkap, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah salah satu mantan anggota UKM Unram, namanya Puji, dia anggota pramuka Unram yang sudah menikah. Di rumahnya lah kami menumpangkan kepala dan badan kami untuk bersandar dan merebah. Puji juga sangat baik, dia dan istrinya bahkan menyiapkan makanan untuk makan malam kami, sangat membantu untuk menekan pengeluaran :D
- Sore, Seriwe...-
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk istirahat, lelah kami seketika hilang dikalahkan semangat dan senang yang meletup-letup seperti kembang api. semuanya bersemangat untuk kembali memanjakan mata dan jiwa dengan lukisan The Sacred episode berikutnya. akhirnya, kami semua bangun dari posisi istirahat, mengisi bahan bakar sedikit kemudian melanjutkan perjalanan yang singkat menuju pantai cemara, rencana A untuk tempat membangun tenda.
Detik pertama saat menginjakan kaki dan memandang pantai Cemara di Seriwe, seluruh saraf seolah menjadi kompak membentuk senyum yang luar biasa merekah. Gue berlari kecil, kegirangan melihat pasir putih yang berkelap-kelip disapa matahari. Menemukan sebuah pohon cemara yang berdiri gagah dan anggun, daunnya tersibak angin kencang. Meskipun diterpa angin kencang, pohon ini tetap bisa berdiri megah, bahkan terlihat anggun dan indah. satu lagi pelajaran yang gue dapatkan dari alam. Bahwa di dalam hidup, masalah datang bukan hanya mencoba mengetahui seberapa kuat akar kita, tapi juga untuk menciptakan keindahan dan keanggunan jika kita mampu dan cukup kuat untuk menghadapinya. persis seperti pohon ini.
"oceeelll!!!!" teriak harit berlari kecil mengejar gue yang sedang memotret pohon indah itu, "gila keren banget cel, ngga berhenti nyengir nih gue! wah ada pohon ginian lagi, gilaaaa!!!" katanya, excited, sambil kemudian berlari kecil mengejar anak-anak yang lain yang berjalan terlebih dulu menuju pantai. "Ini belum ada apa-apanya" Kata Puji. "WOW!!!"
setelah beberapa menit di pantai cemara yang luar biasa itu, kami kemudian berjalan kembali menuju bukit, mengendarai sepeda motor, bertemu warga lokal yang sedang menikmati sore. gue biarkan selendang biru polkadot gue diterpa angin. gue membuka kedua tangan gue, kembali melepaskan beban-beban yang melekat erat di otak. di sana, di seriwe, mereka terlepas sendirinya, diterpa angin. burung-burung juga meneberkan sayapnya, mereka terbang melayang, bersama jutaan keindahan yang ada di depan mata gue saat itu.
dan, inilah keindahan itu, inilah yang gue temukan di sana. hamparan bukit hijau, pasir putih, pantai, laut, dan tebing. satu dari sekian juta lukisan The Sacred. hijau dan biru menjadi romantis dengan sentuhan pasir putih pantai. "Terimakasih Tuhan untuk kesempatan ini" suara kecil berbisik dari dalam hati dan lamban laun menuju ke otak. senyum tidak berhenti, hati menjadi kembali baru, sepertinya semua kalori dan beban telah terlepas dari setiap sel otak gue, digantikan dengan sel-sel yang baru.
"terimakasih jon, dipo dan harit udah mau ngijinin gue ikut" gue kembali bergumama dalam hati sambil mendaki bukit kecil di depan kami. "Siapa nih yang iseng belah bukit gini?" kata dipo sambil senyum-senyum menikmati pemandangan yang luar biasa itu. semua wajah ceria. semua wajah merona. sore itu luar biasa.
excited dan bersemangat. sepertinya itulah yang menggambarkan perasaan kami sore itu. Dipo dan Harit sibuk dengan kamera masing-masing, dan Jond bersenda gurau dengan anak-anak yang lain, sambil minta di foto menggunakan smartphonenya untuk segera dijadikan Display Picture BBM nya :D
sore itu, di atas tebing dan bukit itu gue berada dalam dua lukisan Tuhan yang sangat luar biasa indah, dan terekam lekat di setiap sel otak gue. Pertama adalah pemandangan indah padang rumput, pantai, hijau, langit biru, tebing dan sunset. Dan yang kedua adalah si pemilik mata yang gue temui di pantai senggigi...
Gue menemukan mereka, sore itu, di bukit Seriwe, kurang lebih pukul 5.20pm WITA. menemukan bayangan diri gue, berdiri menikmati keindahan alam dan kehidupan dariNya, menemukan kalian, sahabat baru, menemukan pelajaran tentang keindahan...
-Mengutip lirik lagu Pure Saturday, Musim Berakhir-
"angin berhembus, menemani sang fajar
menyambut senyum, hantarkan langkah
berjalan menepi susuri hari
senandungkan kata hari ini
kilau, gemuruh, menebar cahaya
di kaki langit, curahanmu, penuh keindahan...
menatap indah kilaunya
menghayati indahnya cerita
sekalung harap yang tersisa
sejalur harap yang terasa
angin mendesir, langit biru
ooh cakrawala berselendang pelangi...
burung-burung mengepakan sayapnya
terbang melayang
menatap indah kilaunya
menghayati indah cerita
terbang.....
terbang hayalku melayang
terbang....."
Sore itu indah, tidak ada sedikitpun yang ingin gue lewatkan, tidak ada sedetikpun yang ingin gue sia-siakan. cahaya matahari, warna lembayung orange menembus kelopak mata saat terpejam. bahkan saat memejamkan matapun, keindahan itu tetap terasa. "bisa ngga waktunya di pause dulu, Tuhan? saya mau menikmati ini lebih lama" suara kecil dalam kepala bergema...
-Membangun tenda pertama-
akhirnya, kami harus membangun tenda untuk tempat menginap kami malam hari itu. kami memilih tempat yang tidak jauh dari pantai dan tidak jauh pula dari bukit. di tengah-tengah itu anak-anak membangun tenda, beberapa kali tertimpa angin, tapi akhirnya tendanya berdiri tegap. gue mengeluarkan logistik dan merapihkan barang-barang. beberapa waktu kemudian motor diatur rapih di depan tenda agar angin tak langsung menerpa tenda. langit sudah mulai gelap. anak-anak yang lain mulai mencari ranting kayu untuk membakar api unggun. Dipo mengambil tripod dan kamera, mencoba untuk memotret bintang, harit sibuk mengibarkan bendera KMPF (Komunitas Mahasiswa Peminat Fotografi) kampus. dan Jond mencoba untuk membuat api unggun. Gue, duduk di atas matras di depan tenda, menghadap ke atas langit yang sudah menyajikan taburang bintang, seperti pasir di bawahnya. Indah sekali.
Puji, IL dan Culin mengambil makanan di rumah IL. Gue, Enji, dan Alam memasak air untuk membuat kopi, Harit dan Dipo masih asik memotret. Malam itu ada episode Fly Me To The Moon, Special Edition. kami semua ingin terbang ke langit, mengambil bintang...
Bintang dan bulan menjadi atap kami malam itu, duduk melingkar melihat unggun yang menyala dengan luar biasa, sama seperti semangat kami. Kami semua merenung, terdiam memandangi api yang pelan-pelan menjadi bara. Kami mau membakar keegoisan kami. Gue mau membakar kenangan-kenangan dan sifat buruk gue di sana, biar mereka menjadi bara, abu, dan tertinggal di Seriwe.
"akhirnya kesampean nenda sama api unggunan di Lombok" kata Harit. Dipo masih duduk terdiam, melipat lututnya di depannya. "Weits, mau ngapain rit? mau ngelas?" Kata Jond sesaat melihat Harit mengenakan kaca mata melihat api unggun. kami semua tertawa. Lepas. Hanya ada kami, dan waktu yang terus berputar.
Malam itu, gue mendapati bayangan indah itu lagi, di antara ribuan kilauan bintang, ada wajah terbias cahaya putih.
Malam itu semuanya lepas, semuanya tertawa mendengar lelucon-lelucon dahsyat dari IL, ketawa kami bergema di kepala gue. Menyenangkan. Tidak ingin terlewat, dan berakhir. Malam itu kami tutup dengan tidur karena kelelahan, bersiap mendapatkan kejutan esok pagi. "Terimakasih untuk pelajaran yang saya dapatkan hari ini, Tuhan" doa singkat dalam hati yang gue haturkan sepenuh dan setulusnya kepadaNya sebelum gue bertemu mimpi. #DPRWolesGoesToLombok hari ketiga, bersama angin dan bintang malam Seriwe.