Halaman

Kamis, 31 Mei 2012

#DPRWolesGoesToLombok {3}

suatu hari di sebuah perjalanan...


{Day 3}

Kurang lebih pukul 4.30 gue sudah terjaga, terbangun dari mimpi indah semalam tentang perjalanan. Subuh itu gue merasakan sensasi subuh di Pulau Lombok, mendengarkan bunyi mesjid sahut-sahutan mengumandangkan adzan, yaa pulau 1000 mesjid.

Pagi itu, gue keluar menghirup udara segar kota Mataram, suasana dan anginnya sejuk. sudah lama gue tidak menimati kesejukan pagi. di Jakarta hal semacam ini menjadi sangat langka. gue duduk di depan rumah Wibi, sambil menikmati desiran angin pagi menyapa wajah gue dan mengucapkan selamat pagi dalam imajinasi. Jon, Harit, Dipo, Ivan dan Enji masih terlelap, mereka mungkin kelelahan karena tidur larut malam.

setelah menikmati angin dan air pagi yang sejuk di kota Mataram gue mengambil kamera, menyiapkan beberapa barang yang akan di bawa menuju tujuan kami hari ini...

-Menuju Desa Seriwe, 24 Mei 2012-

Sudah siang, jam menunjukan kurang lebih pukul 13.00, Ketum Fokus yang akrab dipanggil IL belum juga datang. Rencananya hari ini kami akan ke Desa Seriwe, di Lombok Timur bagian selatan. Jika dilihat dipeta, daerah ini berada diujung selatan pulau Lombok, dan jaraknya lumayan jauh dari kota mataram. Angin Lombok sangat kencang menyapa kami siang itu.

Setelah menunggu hingga pukul 13.30pm WITA, akhirnya semua personil lengkap. Ketum IL bersama Enji, Alam dan Culin sudah menyiapkan motornya. Kami akhirnya berangkat meninggalkan rumah Wibi kurang lebih pukul 13.45pm WITA. Wibi dan Ivan alias Ngkong tidak ikut dalam perjalanan kali ini. Kami mampir sebentar di sebuah mini market untuk membeli keperluan logistik. rencananya kami akan menginap di tenda selama semalam di Seriwe. Ya, rencana awal yang sudah ditetapkan sejak kami di Jakarta, kami sangat bersemangat untuk nenda sampai-sampai harus meminjam tenda kepada salah satu anak DPR, somplak :D

Keperluan logistik sudah terpenuhi, kami menghabiskan 90ribu rupiah untuk membeli gas kecil, minuman kurang lebih 6-8 liter, mie instan, sarden, dan mentega. Cukup untuk makan nanti malam di Seriwe. Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami dengan menggunakan sepeda motor. Gue bersama Alam, Harit bersama Ketum IL, Jond bersama Culin, dan Dipo bersama Enji. Kami berjalan beriringan. 

Di atas jalan raya Lombok, di sepanjang perjalanan gue membuka kedua mata gue lebar-lebar, berusaha melihat, gue membuka hati dan rasa gue lebar-lebar, berusaha merasakan. inilah kebebasan. inilah diri gue. yaa, gue akhirnya menemukan diri gue jauh dari ibu kota, jauh dari mereka. cita-cita gue terpenuhi. yaa, inilahh kebebasan menjadi diri sendiri.

Angin siang itu kencang sekali, menghantam motor Alam yang dilaju dikecepatan kurang lebih 80km/jam. perjalanan masih terasa sangat jauh. kaki dan punggung sudah merasakan keram dan kesemutan. sesekali kami meluruskan kaki dan merenggangkan otot di atas motor, dan kemudian kembali melaju kencang berlomba dengan angin. Jond bahkan sempat berdiri di atas motor sambil bertopang di bahu Culin untuk meregankan ototnya yang sudah mulai kaku membawa tas keril besar yang beratnya hampir 9KG :D

kurang lebih 2 jam lebih perjalanan akhirnya kami sampai di desa Seriwe, pemandangan alam gunung, bukit dan pantai sudah mulai menyambut kami, mereka seolah tersenyum dan menyapa kami dengan lembut angin dan sinar matahari. indah sekali. gue dan dipo sudah mulai bermain-main dengan kamera, mengejar sekumpulan domba dan kambing yang sedang makan siang. Jond ikut bejalan bersama kami, sedangkan Alam, Enji dan Culin masih beristirahat di samping motor mereka masing-masing sambil menunggu IL dan Harit yang rupanya tertinggal jauh di belakang. Ternyata Harit menyempatkan diri untuk memotret satu acara  pernikahan yang mereka temui di jalan menuju ke Seriwe.

setelah semua formasi lengkap, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah salah satu mantan anggota UKM Unram, namanya Puji, dia anggota pramuka Unram yang sudah menikah. Di rumahnya lah kami menumpangkan kepala dan badan kami untuk bersandar dan merebah. Puji juga sangat baik, dia dan istrinya bahkan menyiapkan makanan untuk makan malam kami, sangat membantu untuk menekan pengeluaran :D

- Sore, Seriwe...-

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk istirahat, lelah kami seketika hilang dikalahkan semangat dan senang yang meletup-letup seperti kembang api. semuanya bersemangat untuk kembali memanjakan mata dan jiwa dengan lukisan The Sacred episode berikutnya. akhirnya, kami semua bangun dari posisi istirahat, mengisi bahan bakar sedikit kemudian melanjutkan perjalanan yang singkat menuju pantai cemara, rencana A untuk tempat membangun tenda.


Detik pertama saat menginjakan kaki dan memandang pantai Cemara di Seriwe, seluruh saraf seolah menjadi kompak membentuk senyum yang luar biasa merekah. Gue berlari kecil, kegirangan melihat pasir putih yang berkelap-kelip disapa matahari. Menemukan sebuah pohon cemara yang berdiri gagah dan anggun, daunnya tersibak angin kencang. Meskipun diterpa angin kencang, pohon ini tetap bisa berdiri megah, bahkan terlihat anggun dan indah. satu lagi pelajaran yang gue dapatkan dari alam. Bahwa di dalam hidup, masalah datang bukan hanya mencoba mengetahui seberapa kuat akar kita, tapi juga untuk menciptakan keindahan dan keanggunan jika kita mampu dan cukup kuat untuk menghadapinya. persis seperti pohon ini.

"oceeelll!!!!" teriak harit berlari kecil mengejar gue yang sedang memotret pohon indah itu, "gila keren banget cel, ngga berhenti nyengir nih gue! wah ada pohon ginian lagi, gilaaaa!!!" katanya, excited, sambil kemudian berlari kecil mengejar anak-anak yang lain yang berjalan terlebih dulu menuju pantai. "Ini belum ada apa-apanya" Kata Puji. "WOW!!!"

setelah beberapa menit di pantai cemara yang luar biasa itu, kami kemudian berjalan kembali menuju bukit, mengendarai sepeda motor, bertemu warga lokal yang sedang menikmati sore. gue biarkan selendang biru polkadot gue diterpa angin. gue membuka kedua tangan gue, kembali melepaskan beban-beban yang melekat erat di otak. di sana, di seriwe, mereka terlepas sendirinya, diterpa angin. burung-burung juga meneberkan sayapnya, mereka terbang melayang, bersama jutaan keindahan yang ada di depan mata gue saat itu.


dan, inilah keindahan itu, inilah yang gue temukan di sana. hamparan bukit hijau, pasir putih, pantai, laut, dan tebing. satu dari sekian juta lukisan The Sacred. hijau dan biru menjadi romantis dengan sentuhan pasir putih pantai. "Terimakasih Tuhan untuk kesempatan ini" suara kecil berbisik dari dalam hati dan lamban laun menuju ke otak. senyum tidak berhenti, hati menjadi kembali baru, sepertinya semua kalori dan beban telah terlepas dari setiap sel otak gue, digantikan dengan sel-sel yang baru.

"terimakasih jon, dipo dan harit udah mau ngijinin gue ikut" gue kembali bergumama dalam hati sambil mendaki bukit kecil di depan kami. "Siapa nih yang iseng belah bukit gini?" kata dipo sambil senyum-senyum menikmati pemandangan yang luar biasa itu. semua wajah ceria. semua wajah merona. sore itu luar biasa.

excited dan bersemangat. sepertinya itulah yang menggambarkan perasaan kami sore itu. Dipo dan Harit sibuk dengan kamera masing-masing, dan Jond bersenda gurau dengan anak-anak yang lain, sambil minta di foto menggunakan smartphonenya untuk segera dijadikan Display Picture BBM nya :D

sore itu, di atas tebing dan bukit itu gue berada dalam dua lukisan Tuhan yang sangat luar biasa indah, dan terekam lekat di setiap sel otak gue. Pertama adalah pemandangan indah padang rumput, pantai, hijau, langit biru, tebing dan sunset. Dan yang kedua adalah si pemilik mata yang gue temui di pantai senggigi...


Gue menemukan mereka, sore itu, di bukit Seriwe, kurang lebih pukul 5.20pm WITA. menemukan bayangan diri gue, berdiri menikmati keindahan alam dan kehidupan dariNya, menemukan kalian, sahabat baru, menemukan pelajaran tentang keindahan...

-Mengutip lirik lagu Pure Saturday, Musim Berakhir-

"angin berhembus, menemani sang fajar
menyambut senyum, hantarkan langkah
berjalan menepi susuri hari
senandungkan kata hari ini

kilau, gemuruh, menebar cahaya
di kaki langit, curahanmu, penuh keindahan...

menatap indah kilaunya
menghayati indahnya cerita
sekalung harap yang tersisa
sejalur harap yang terasa

angin mendesir, langit biru
ooh cakrawala berselendang pelangi...

burung-burung mengepakan sayapnya
terbang melayang
menatap indah kilaunya
menghayati indah cerita
terbang.....
terbang hayalku melayang
terbang....."


Sore itu indah, tidak ada sedikitpun yang ingin gue lewatkan, tidak ada sedetikpun yang ingin gue sia-siakan. cahaya matahari, warna lembayung orange menembus kelopak mata saat terpejam. bahkan saat memejamkan matapun, keindahan itu tetap terasa. "bisa ngga waktunya di pause dulu, Tuhan? saya mau menikmati ini lebih lama" suara kecil dalam kepala bergema...

-Membangun tenda pertama-

akhirnya, kami harus membangun tenda untuk tempat menginap kami malam hari itu. kami memilih tempat yang tidak jauh dari pantai dan tidak jauh pula dari bukit. di tengah-tengah itu anak-anak membangun tenda, beberapa kali tertimpa angin, tapi akhirnya tendanya berdiri tegap. gue mengeluarkan logistik dan merapihkan barang-barang. beberapa waktu kemudian motor diatur rapih di depan tenda agar angin tak langsung menerpa tenda. langit sudah mulai gelap. anak-anak yang lain mulai mencari ranting kayu untuk membakar api unggun. Dipo mengambil tripod dan kamera, mencoba untuk memotret bintang, harit sibuk mengibarkan bendera KMPF (Komunitas Mahasiswa Peminat Fotografi) kampus. dan Jond mencoba untuk membuat api unggun. Gue, duduk di atas matras di depan tenda, menghadap ke atas langit yang sudah menyajikan taburang bintang, seperti pasir di bawahnya. Indah sekali.


Puji, IL dan Culin mengambil makanan di rumah IL. Gue, Enji, dan Alam memasak air untuk membuat kopi, Harit dan Dipo masih asik memotret. Malam itu ada episode Fly Me To The Moon, Special Edition. kami semua ingin terbang ke langit, mengambil bintang...

Bintang dan bulan menjadi atap kami malam itu, duduk melingkar melihat unggun yang menyala dengan luar biasa, sama seperti semangat kami. Kami semua merenung, terdiam memandangi api yang pelan-pelan menjadi bara. Kami mau membakar keegoisan kami. Gue mau membakar kenangan-kenangan dan sifat buruk gue di sana, biar mereka menjadi bara, abu, dan tertinggal di Seriwe.

"akhirnya kesampean nenda sama api unggunan di Lombok" kata Harit. Dipo masih duduk terdiam, melipat lututnya di depannya. "Weits, mau ngapain rit? mau ngelas?" Kata Jond sesaat melihat Harit mengenakan kaca mata melihat api unggun. kami semua tertawa. Lepas. Hanya ada kami, dan waktu yang terus berputar.

Malam itu, gue mendapati bayangan indah itu lagi, di antara ribuan kilauan bintang, ada wajah terbias cahaya putih.

Malam itu semuanya lepas, semuanya tertawa mendengar lelucon-lelucon dahsyat dari IL, ketawa kami bergema di kepala gue. Menyenangkan. Tidak ingin terlewat, dan berakhir. Malam itu kami tutup dengan tidur karena kelelahan, bersiap mendapatkan kejutan esok pagi. "Terimakasih untuk pelajaran yang saya dapatkan hari ini, Tuhan" doa singkat dalam hati yang gue haturkan sepenuh dan setulusnya kepadaNya sebelum gue bertemu mimpi. #DPRWolesGoesToLombok hari ketiga, bersama angin dan bintang malam Seriwe.

#DPRWolesGoesToLombok {2}

suatu hari di sebuah perjalanan...


{Day 2}

Selamat datang di Pulau Lombok. hari kedua setelah melakukan perjalanan panjang semalaman. Pukul 11.20pm WITA, gue, dipo, harit, dan jond memulai perjalanan dari Bali menuju ke Lombok. setelah bercengkrama dengan dande dan dedi (temannya Dipo dari Universitas Diponegoro) dan mas Komo, teman baru yang kami temui di Kuta dari Universitas Gadjah Mada yang baru saja mendaki Gunung Agung sendirian, kami kemudian menumpangi Taksi sampai ke Terminal Ubung. Bermodal 75 ribu rupiah kami sampai di Terminal Ubung sekitar pukul 12.45am WITA. 

Sesaat setelah kami sampai di terminal Ubung, para calo terminal mulai merapatkan barisan ke arah kami, menawarkan berbagai alternatif untuk sampai di Pelabuhan Padang Bai, tempat kami akan menumpang kapal Fery menuju Pulau Lombok. Calo-calo terminal ini cukup membuat nafas terasa tercekik karena menawarkan harga yang lumayan tinggi. Kami kemudian berunding, memperhitungkan ongkos berbekal informasi yang diberikan oleh Mas Komo. Sampai kemudian kami menemukan seorang Supir angkot ELF berbadan besar, hampir seluruh badannya digambari tatto, pria berperawakan tinggi dan sangar ini mengenakan kaos hitam bergambar Harley Davidson, di telinganya juga terdapat anting kecil dan tak lupa mengenakan jam tangan besar di pergelangannya. tampak sangat seram. Namun, pria inilah yang akhirnya menawarkan harga muirah mengalahkan calo-calo terminal itu, sesuai kesepakatan, Bapak Supir ini akan mengantarkan kami sampai Padang Bai dengan ongkos 45ribu rupiah per orang.

setelah menikmati tidur selama kurang lebih 1 jam perjalanan, gue dibangunkan oleh Harit "Cel, udah nyampe". ya, kami sudah tiba di Padang Bai pukul 2.30am WITA. pagi dini hari. setalah menyeruput segelas kopi, kami kemudian berunding transportasi apa yang akan kami gunakan. apakah menumpang truk atau langsung membeli tiket Fery di loket. keputusan akhirnya adalah membeli tiket di loket dengan harga 36ribu rupiah perorang. Pukul 4.00am kami naik ke atas kapal milik ASDP itu, mengambil tempat untuk tidur, beristirahat untuk memulai petualangan hari ini. terlelap. merasakan guncangan ombak di dalam kapal. kemudian terbangun dan dimanjakan oleh barisan pulau-pulau berawarna hijau, bersanding dengan laut dan langit biru. yaa, kami sudah sampai di Lombok.


Pulau, pantai, langit, laut, dan matahari pagi. Lukisan The Sacred yang luar biasa ada dihadapan gue pagi itu. Tidak berhenti gue bergumam dalam hati "You Are Awesome God", yaa pelajaran untuk bersyukur sudah gue dapat sejak pagi itu. menikmati lukisan Sang Maha Kuasa dipagi hari, di nafas pertama pagi itu. sudah tidak sabar untuk mengabadikannya menjadi digital.

segera gue ambil kamera gue, berjalan keluar sambil menemukan berjuta keindahan. kemudian gue menemukan bendera Merah Putih yang berkibar gagah di balik matahari pagi. sesaat setelah gue memotretnya, suara kecil dalam benak gue bermonolog "gue boleh ngga cinta sama negara, tapi gue bakal terus cinta sama negeri ini"


~Pulau Lombok sudah memberi pelajaran dan memanjakan bahkan sejak awal gue tiba dan menghirup udaranya. 

Pukul 9.00am, 23 Mei 2012, kami berjalan menyusuri kapal Fery menuju daratan tanah Lombok. Berempat kami membawa tas dan bawaan masing-masing. Gue yakin dalam benak kami masing-masing ada banyak suara-suara kecil berteriak-teriak kegirangan, semuanya berlomba menyampaikan ide, berlomba menyampaikan rasa dan kenikmatan yang baru saja kami alami. 

Tujuan pertama kami setelah tiba di Pelabuhan Lembar, Lombok adalah pusat informasi yang terpercaya. Syukurlah kami menemukan kantor pusat Informasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Kami mendapat  banyak bekal, informasi, peta, dan juga tepat instirahat. Rencananya kami akan dijemput oleh temannya Harit, anak asli Lombok yang tergabung dalam komunitas fotografi kampus di Universitas Mataram. setelah beristirahat, dan menghabiskan secangkir kopi, kurang lebih pukul 10.30am WITA seorang pria remaja menuju dewasa berbadan agak tambun menghampiri kami, rupanya dia adalah salah satu anggota dari komunitas fotografi kampus Universitas Mataram, namanya Enji, teman-teman yang lainnya sudah menunggu kami di depan pelabuhan.

Panas matahari siang itu sangat terik, debu-bedu berterbangan disapu kendaraan-kendaraan roda maupun empat. kami berjalan menyusuri jalanan pelabuhan yang tidak teratur, disinari terik matahari yang sudah cukup membuat kulit terbakar. setelah berjalan kurang lebih 5 menit, kamipun bertemu dengan teman-teman dari Universitas Mataram yang lainnya. Mereka adalah Ilham (Ketua Umum FOKUS UnRam), Culin, Wibi, Daeng, Alam, dan Indah. Mereka dengan sangat romantis menjemput kami di pelabuhan dan kemudian mengajak kami untuk beristirahat sejenak di Studio foto Fokus di Kampus Universitas Mataram. 

Sambutan yang sangat romantis dan bersahabat dari teman-teman Unram. Awalnya memang gue merasa sedikit canggung, karena memang belum melakukan proses pengamatan sekitar dan enkulturasi. Tapi untuk merasa dekat dan bersahabat dengan mereka tidak membutuhkan waktu yang lama. Orang-orang canggih dan luar biasa bersahabat, iaa itu mereka.

-Siang hari di Kota Mataram-

kami masih berbincang-bincang sambil menujuk-nunjuk peta, mengatur rencana dan kesepakatan akan ke manakah tujuan kami selama kurang lebih 6 hari di Lombok. teman-teman Unram mulai menyampaikan beberapa tempat yang indah di Lombok. sayangnya, waktu kami tidak cukup banyak untuk menyambangi semua tempat tersebut. Setelah rencana tersusun rapih, kami sudah mulai merasa dinding lambung tersenggol-senggol cacing kelaparan. Kami akhirnya makan siang di satu warung makan milik orang tua dari anggota Fokus Unram di sekitar wilayah kampus Unram. setelah makan siang kami menyempatkan diri untuk ngbrol-ngobrol santai untuk saling mengenal karakter satu sama lain.

setelah menghabiskan waktu untuk saling mengenal, kamipun beranjak kembali ke kampus Unram, mengambil barang-barang kami dan menuju ke rumah Wibisono Santoso alias Wibi. salah seorang anggota Fokus Unram yang dengan sangat romantis dan baik hati merelakan rumahnya untuk menjadi tempat menginap kami. Di sanalah kami bermalam. di sanalah kami saling bercanda. di sanalah kami merebahkan diri merasakan istirahat, di sana pulalah kami saling mendalami karakter masing-masing. Tidak diduga memang, mereka adalah teman baru, tapi terasa seperti sahabat lama yang sudah lama tidak bertemu.

- Menuju Senggigi-

Sore hari, setelah mandi dan merapihkan diri, melepas segala kelelahan setelah menempuh perjalanan via darat, laut dan udara, kami akhirnya bersiap-siap untuk menikmati sunset di Pantai Senggigi. Tujuan pertama di hari pertama. Sepanjang perjalanan ada banyak hal yang luar biasa, sepi kendaraan, tertib, warna lembayung jingga matahari sore, dan mesjid yang sangat mudah di temui, Ya, Lombok memang terkenal dengan sebutan pulau 1000 masjid. luar biasa.

Wibi mengendarai motor dengan laju kecepatan kurang lebih 80km/jam. sangat cepat karena hendak mengejar sunset, dan teman-teman yang lain yang sudah jauh sekali jaraknya. Pelan-pelan matahari semakin turun mendekati garis horizontal laut. Wibi semakin kebut, dan akhirnya sampai di Pasar Seni, Pantai Senggigi pukul 5.45pm WITA. 

Teman-teman yang lain sudah berjalan jauh menyusuri pantai berpasir hitam itu. anak-anak kecil baik lokal maupun turis internasional bermain-main dan berlari-lari di sekitar, perahu-perahu nelayan terapung-apung cantik, jutaan senyum merekah di sana, termasuk senyum gue. Kejutan kedua hari ini, dariNya. Gue dan Wibi berlari kecil sambil sembari memperhatikan dan menikmati keindahan langit sore itu, ungu, biru, oranye, hitam, mereka berpadu, mereka mencitpakan lukisan berwarna. Segera gue keluarkan kamera dari tasnya, dan berusaha untuk mengabadikan moment itu.


Angin sore di pantai Senggigi berdesir kencang membelai rambut kami masing-masing. Harit dan Dipo tampak sibuk dengan kamera masing-masing, dan Jond tetap berjalan sambil menikmati angin dan sore di Pantai Senggigi. Berlomba-lomba mengejar Sunset. Sayangnya, sore itu sunset tertutup awan, kami tidak mendapatkannya. Sayang...

Meski begitu kami tetap menikmati sore di Pantai Senggigi, beberapa gambar telah kami rekam dalam imaji dan menjadi digital dalam kamera. Memori fotografic dalam otak akan terus merekamnya. Disanalah kami, menemukan awal persahabatan. Di sanalah gue, menemukan keindahan, melepas satu demi satu beban dan kalori di dalam otak, membiarkan mereka berdesir bersama angin ke arah utara, atau ke barat, atau ke timur, terserah, yang penting mereka lepas. Dan di sanalah gue menemukan sepasang mata yang tidak bisa jauh dari view finder kamera.

- Persahabatan di mulai, bersama Sate Bulayak dan Udayana, Lombok-

Udayana, bukan universitas terkenal di Bali, tapi salah satu tempat nonkrong favorit anak-anak muda Lombok. Di sanalah kami malam itu, sekitar pukul 7.00pm WITA. bersenda gurau, bertukar ide dan pikiran, dan cengan satu sama lain, sambil menikmati air jeruk hangat dan sate khas Lombok, Sate Bulayak. Sate daging sapi yang dimakan dengan lontong yang dibungkus daun kelapa. Pedas.

Di Udayana kami semakin mengenal satu sama lain, terlebih ketika Ivan, salah satu anak Fokus Unram terlihat mirip dengan salah satu anak UNJ yang akrab disapa Ngkong, semuanya semakin erat. Kami tak canggung, dan kekakuan sudah mulai merenggang. suasana menjadi semakin hangat mengalahkan angin yang semakin membekukan tulang. Malam itulah awal persahabatan kami, merebahkan kepala di rumah Wibi, menutup hari kedua perjalanan #DPRWolesGoesToLombok.

#DPRWolesGoesToLombok {1}

Suatu hari di sebuah perjalanan


{Day 1}


"akhirnya hari ini tiba juga" gue bergumam dalam hati sembari mematikan alarm dari handphone tepat pada pukul 6.00am WIB. sudah lama gue menunggu hari ini, hari di mana sebuah perjalanan akan gue mulai bersama  tiga orang senior di DPR Sosiologi, Harit, Jond dan Dipo menuju sebuah pulau di Nusa Tenggara Barat, yaa Lombok, itulah mengapa perjalanan ini kami beri judul #DPRWolesGoesToLombok. Petualangan ini akan segera dimulai, kepenatan, dan semua sampah di otak sudah nyaris meledak, hingga melarikan diri dalam sebuah perjalanan menjadi satu cara yang gue ambil saat itu.


Tas ransel kecil milik Fyryn sudah tertutup rapih, tampak sedikit berat bersandar di tembok kosan gue. gue segera bersiap-siap karena sudah janji bertemu Jond di kampus pukul 6.30am WIB. Kurang lebih pukul 6.50am Jond menyambangi gue ke kosan karena gue harus membawa keril miliknya untuk dipakai oleh Dipo. Setelah membeli lotion di salah satu mini market gue dan Jond berangkat menuju kampus. Kami tiba di DPR pukul 7.5am, segera setalah gue tiba, Mang Agus si penjual kopi sudah menebar senyum dan menawari kami untuk ngopi sejenak sebelum berangkat menuju bandara. Tawaran Mang Agus tidak bisa ditolak, kopi dipagi hari memang sangat dibutuhkan.


Pukul 7.20am gue dan Jond berangkat menuju terminal Rawamangun, rencananya kami akan menumpang Bajaj sampai terminal dan melanjutkan perjalanan dengan Bis Damri menuju Bandara Soekarno Hatta. Gue dan Jond berjalan membawa tas kami masing-masing, sudah terlihat seperti traveler yang akan melakukan perjalanan backpacker menyusuri jalanan kampus yang masih sepi kendaraan.


-Sebuah lagu dari The Trees and The Wild berjudul Malino bernyanyi lembut di telinga gue-


gue sudah duduk manis di kursi Damri dalam perjalanan menuju bandara, beberapa pesan 140 karakter sudah di post dengan tetap malmpirkan hash tag #DPRWolesGoesToLombok sambil mendengarkan lagu-lagu yang terputar random di telinga. "Ini akan jadi perjalanan yang menyenangkan, akan banyak pelajaran baru yang gue bawa pulang, yep!!" gumam gue dalam hati sambil melihat ke arah jendela.


Pukul 9.00am kami tiba di Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta. Setelah melakukan syarat-syarat perjalanan, membayar airport tax dan menunggu beberapa menit, akhirnya kamipun terbang menuju Bali dengan pesawat Air Asia tepat puukul 10.00am WIB. Selama berada di atas awan, gue cuma bisa berpikir, apa yang akan gue lakukan, apa yang akan gue rasakan, apa yang akan terjadi saat perjalanan agar semua sampah dan kalori di otak gue terbuang tidak tersisa, sudah cukup membebankan pikiran gue ini, semuanya harus gue bersihkan hingga saat gue kembali, semuanya telah baru. Berbincang-bincang dengan Jond juga menjadi salah satu strategi membunuh waktu, dan tak terasa kami telah sampai di Pulau Dewata pada pukul 12.00 WITA.


Gue dan Jond memutuskan untuk menunggu Dipo dan Harit di Pantai Kuta. Dipo dan Harit memang berangkat belakangan, pesawat yang mereka tumpangi baru terbang pukul 3.00WIB dari Jakarta. Jadi, sambil menunggu Dipo dan Harit, gue dan Jond menikmati waktu istirahat di Pantai Kuta. "akhirnya gue sampai juga di pantai ini" pikir gue dalam hati. Turis-turis internasional sudah banyak yang mengambil posisi untuk berjemur di pinggir Pantai Kuta, beach boy tetap asyik memainkan perannya, menawari surfing pada setiap wisatawan, sampai menggoda para turis perempuan yang sedang berjemur.


"di sinilah gue, di pantai yang sangat terkenal di Indonesia, di sinilah gue akan memulai perjalanan ini, satu-satu beban akan gue lepaskan di sini, akan gue jatuhkan di pasir ini, akan gue lepaskan di ombak, akan gue jatuhkan di jalan, akan gue sebar di sepanjang perjalanan"


"mulai dari sinilah gue akan mencari dan mendapatkan berbagai pelajaran tentang keindahan, tentang hidup, tentang prinsip untuk diri sendiri, dan tentang cinta..."