Halaman

Jumat, 09 Maret 2012

SKRIPSI!!!

entah kerasukan malaikat mana, malam ini gue tetibaan pengen nulis sesuatu tentang sesuatu yang bisa membuat sebagian besar mahasiswa semester akhir menderita semacam kegalauan akademik, kebuntuan, kejenuhan, atau bahkan kehidupan dan kesenangan darinya. yak! sesuai judul di atas: SKRIPSI.

sebagian besar mahasiswa yang sudah memasuki semester genap berangka 8 pasti akan dibuat ketar-ketir sama tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ini. banyak banget istilah yang dipakai sebagai simbolisasi atas segala perasaan para mahasiswa dan mbak mahasiswi, misalnya "Skrip-sweet", "skrip-shit", "skrips-nting", "skripseralooooaja!!!" dan lain-lain. menarik dan sangat kreatif melihat variasi ini. hahaha

banyak juga yang kadang suka mengeluh "dooh, pusing gue mikirin skripsi!" atau "ngomongin skripsi mulu ah, pusing gue!" dan lain-lain. nah! gambar yang gue post itu kurang lebih menjadi salah satu cambukan juga buat gue yang termasuk mahasiswi semester delapan yang seringkali mengucapkan keluhan-keluhan itu. YA IYA, skripsi itu diKERJAIN, jangan di"omongin" doang!!! IYAAAA!!!

kenapa ya? di benak sebagian besar mahasiswa/i selalu ada persepsi bahwa skripsi itu susahhhhhh!!! padahal ya, skripsi emang susah sih, tapi nggak sesusah yang lu bayangin kok *SOK!*

gue ada beberapa tips (yang juga buat diri gue sendiri) untuk menghilangkan persepsi atau anggapan bahwa skripsi itu susah, yuk, ngga usah serius-serius amat, baca aja :D

pertama, karena skripsi adalah salah satu syarat menuju sarjana, dan ini jadi salah satu karya tulis yang (harusnya) jadi karya terbaik lu selama kuliah S1, jangan menyia-nyiakan itu untuk memilih tema-tema besar yang sesuai sama passion lu atau segala sesuatu yang lu suka, yang lu senangi yang bersifat akademis pastinya. kenapa? karena segala sesuatu yang menurut lu menyenangkan pasti bakal bikin lu semangat buat ngerjain! yekannn???

kedua, sering-sering deh baca buku yang sesuai sama tema besar yang lu pilih tadi, kalau bisa baca yang banyak! mau sampe enek atau bosen juga, baca! karena pasti akan sangat bermanfaat. kalau ngga bisa beli bukunya, pinjem punya temen, ke perpus, atau liat e-book:)

ketiga, sering-seringlah bergaul dan berdiskusi sama senior yang udah lulus atau yang sedang mengerjakan skripsi, bertukar pikiran, minta saran/kritik, atau sekedar saling menyemangati.

keempat, mulai rajin ke perpustakaan, liat skripsi yang udah-udah, baca lagi sampe bosen, cari inspirasi dari situ, dan bisa di jadiin copy master, bukan copy paste! kalo skripsi atau tulisan gue sih boleh lu copy, asal jangan di paste ye kalo ngga ijin dulu:D

kelima, mulailah menulis dengan perasaan lepas, senang, dan tanpa tekanan atau paksaan. saran gue, buat yang suka musik, kalo nulis pake headset deh, setel lagu favorit, nulis deh tuh apa yang udah lu dapet dari buku-buku yang udah lu baca dan skripsi yang sudah menginspirasi lu.

keenam, jangan malu bertanya, jangan malu buat berhenti sejenak kalau udah mulai merasa bosan dan capek, jangan kelamaan berhenti untuk istirahat karena akumulasi kemalasan sama dengan petaka, jangan dengerin kata orang yang ngerendahin tulisan atau skripsi lu, dengerin kalo ada kritik yang membangun aja:D

dan yang terakhir, yang ketujuh, skripsi jangan terlalu dianggap susah, karena kalo lu udah mikirin susahnya duluan, ngerjainnya juga pasti setengah-setengah. skripsi jangan cuma dipikirin, diomongin, digalauin atau bahkan ditinggalin, tapi diKERJAIN. daaaan skripsi jangan terlalu dianggap serius, karena serius udah bubar.

yaa, kurang lebih begitu lah tips sederhana dari gue,semoga bermanfaat, kalo ngga setuju ngga usah diikutin, ngga dosa kok:)

terakhir, buat semua mahasiswa atau mahasiswi yang sedang dalam proses indah menulis skripsi, SEMANGAT YAAAHHHH:) SELESAI KOK SELESAI:D

cups:*

Kamis, 01 Maret 2012

Gue IPS, terus gue bangga :)

sudah cukup larut malam ketika gue tiba-tiba ingin menulis tentang stereotype klasik tapi tetep jadi bahasan asik tentang IPA is better than IPS. kenapa gue tiba-tiba berpikir untuk menulis tentang ini? mungkin karena kerinduan gue sama siswa-siswa yang dulu pernah gue ajar... jadi, saat gue PPL (Program Pengalaman Lapangan) tahun 2011 silam, gue sempat berhadapan dengan kondisi "krik" saat gue bertanya kepada siswa-siswa gue "siapa yang mau masuk IPS". saat itu hanya kurang lebih 4-5 orang yang mengangkat tangan dan diantaranya hany 1-2 orang yang tangkas dan lekas mengangkat tangan tinggi-tinggi sebagai respon atas pertanyaan gue. yang ada dipikiran gue saat itu adalah "ihh sedih amat sedikit banget yang mau masuk IPS, emang kenapa sih sama IPS?". lalu gue kemudian mengajukan pertanyaan sebagai reaksi yang juga tiba-tiba "kenapa pada nggak mau masuk IPS?" dan kemudian seorang anak menjawab cepat "nggak boleh sama ortu kak!"


well, akhirnya malam ini gue kembali diingatkan sama kejadian "krik" itu, dan sempat juga gue bahas di twitter beberapa waktu yang lalu. ada apa sih sama IPS? yaa, jawabannya tetap sama, stereotype bahwa IPA lebih unggul dari IPS masih menjadi struktur yang agaknya susah juga untuk dihapuskan. setiap anak yang tidak diterima dijurusan IPA akan masuk IPS, jadi singkat cerita anak IPS yaa sisaan yang nggak masuk IPA, kurang lebih begitulah pemikiran yang nggak pernah basi sampai sekarang. padahal, menurut gue pribadi (bukan karena gue alumni dan sekarang mengambil jurusan Ilmu sosial) IPS dan IPA punya kemampuan dibidangnya masing-masing dan diantaranya nggak ada yang lebih unggul. anak-anak IPA pasti lebih cerdas dibidang ilmu alam, hitung-menghitung, rumus-rumus fisika, kimia, dan matematika, menghafal anatomi tubuh untuk biologi dan lain sebagainya. dan, anak-anak IPS juga punya kecerdasan dibidang ilmu sosial, menganalisis masalah sosial, menghadapi fenomena-fenomena sosial dengan sudut pandang berbeda, menghitung(tapi untuk ekonomi dan akuntansi), atau mengkaji geografi. keduanya punya kompetensi yang sama dibidang yang berbeda. sebenarnya, jika dari awal seorang anak/siswa diajak untuk menemukan minat dan bakatnya sejak dini, kayanya stereotype macam ini nggak akan bertahan lama. misalnya, sejak TK atau SD anak diajak untuk memilih bidang apa yang mereka minati sesuai dengan bakat yang ada dalam diri mereka, persis seperti SD TOMOE dalam buku Tottochan. anak yang sudah menemukan minat dan bakatnya itu selanjutnya diajak untuk terus menekuni apa yang dia pilih sesuai dengan keinginannya sendiri. orang tua juga punya peran penting, untuk tidak memaksakan keinginannya menjadi pilihan anak. maksudnya, anak memilih bukan berdasarkan paksaan orang tua, tapiiii sesuai dengan keinginan mereka sendiri. ortu ya jelas harus mendukung dan memfasilitasi anak. 


NAH, kalau sudah begini, sejak awal dan dini anak akan mencintai minat dan bakat mereka, sampai ketika mereka masuk ke dunia SMP dan SMA mereka tidak lagi ragu untuk menentukan pilihan antara IPA dan IPS. oh ia, bukan hanya orang tua yang punya peran penting dalam rangka menghapus stereotype ini. guru juga punya peran yang nggak kalah penting. sebagai mahasiswi yang pernah jadi guru (ciieee), gue pernah ada dalam situasi dimana gue harus meyakinkan siswa gue supaya tidak salah dalam memilih jurusan IPA atau IPS saat mereka naik kelas. yang gue lakukan saat itu adalah: pertama, melihat dan mengamati siswa-siswa gue saat pelajaran sedang berlangsung. nah, disitu seringkali terlihat pemandangan ada siswa yang masih aja asik ngerjain tugas matematika atau fisika padahal udah jelas lagi pelajaran sosiologi. nah, ketebak kan tuh anak demennya bidang apa. kedua, selalu menekankan bahwa, "kalian tidak perlu malu atau merasa bersalah apalagi bodoh ketika kalian masuk IPS, karena IPA dan IPS punya kemampuan yang sama dibidangnya masing-masing". ketiga, karena gue guru sosiologi, gue berusaha menonjolkan sisi "keasikan" dari belajar IPS, misalnya pakai metode debat, nonton film, main sosio-drama, dan lain-lain. supaya anak-anak yang emang minat sama IPS bisa lebih termotivasi untuk menetapkan pilihan masuk IPS, dan tidak ikut-ikutan temen yang mau masuk IPA biar dibeliin kamera D-SLR sama orang tuanya. dan yang terakhir, saat terakhir gue mengajar dan pamitan sama siswa-siswa gue karena PPLnya sudah selesai gue bilang ke mereka "semoga yang mau masuk IPA bisa masuk IPA, dan semoga yang mau masuk IPS bisa masuk IPS, semangat belajar dan tekunin minat dan bakat kalian masing-masing" udah itu aja. dan ketika gue kembali bertanya "siapa yang mau masuk IPS?" senyum simpul di wajah gue tercipta ketika melihat setengah dari siswa sekelas mengangkat tangan dengan tangkas dan semangat:)


ini cerita sungguhan, sekali lagi bukan karena gue anak sosiologi, tapi inilah yang pernah terjadi dan menjadi pengalaman gue yang gue rasa lumayan buat ditulis di sini. semoga gue bisa menjadi guru sekaligus orang tua yang sudah menganggap basi stereotype IPA is better than IPS!


cheers:)